JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh mengatakan, selama ini masih ada
diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia.
Untuk
itu, pihaknya bertekad meretas diskriminasi itu dengan berbagai hal
yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU-PT).
"Selama
ini pendidikan tinggi kita diskriminatif," kata Nuh, Rabu (4/4/2012),
di gedung Kemdikbud, Jakarta. Ia menjelaskan, diskriminasi dalam
penyelenggaraan pendidikan tinggi nampak dari tidak diperbolehkannya
politeknik membuka program Doktor.
Seperti diketahui, selama ini
hanya universitas, institut, dan sekolah tinggi yang diberi keleluasaan
membuka jenjang pendidikan sampai taraf doktor.
Selain itu,
tambahnya, para dosen yang mengajar di politeknik juga tidak memiliki
peluang menjadi guru besar lantaran jenjang karir tertingginya hanya
dibatasi sampai Rektor Kepala.
"Sedangkan politeknik hanya sampai D4 dan tidak bisa membuka program Doktor. Para dosen mentok di Rektor Kepala," ujarnya.
Untuk
itu, kata dia, pihaknya terus menggodok RUU-PT bersama DPR. Karena
dalam RUU itu akan ada revolusi besar yang memperkenankan pendidikan
vokasi membuka program Doktor, dan para dosen di politeknik berpeluang
menjadi Guru Besar.
Di luar itu, sesuai dengan semangatnya, RUU-PT
juga ditujukan untuk menghapus diskriminasi dan mengedepankan
kesetaraan hak pendidikan. "Sebuah revolusi besar, karena RUU ini akan
menghapus diskriminasi itu. Intinya, semua memiliki kesempatan yang
sama," pungkasnya.
Seperti diberitakan, RUU-PT saat ini masih
terus digodok oleh Kemdikbud bersama Komisi X DPR. Awalnya, RUU itu akan
disahkan pada 3 April kemarin.
Namun karena terjadi tarik ulur di
beberapa poin, khususnya mengenai tata kelola dan pembiayaan perguruan
tinggi, RUU itu urung disahkan setidaknya sampai 10 April mendatang.
(Sumber http://edukasi.kompas.com/read/2012/04/04/16020214/Mendikbud.Pendidikan.Tinggi.Kita.Diskriminatif)
No comments:
Post a Comment
Kalo mau Comment, di bagian (comment as), pilih (anoymous)